Suara Hutan yang Kian Redup: Dampak Pengelolaan Hutan yang Buruk pada Kehidupan Sehari-hari
Nama: Regina Febiani
NPM: 2354151012
MK: Silvikultur
Matahari baru saja muncul ketika Pak Wanto, seorang petani di pinggiran Kalimantan, mengamati sawahnya yang retak-retak. Hujan yang dulu rutin datang kini sulit diprediksi. Di kejauhan, suara gergaji mesin terdengar dari hutan yang semakin menipis. "Dulu, hutan ini seperti pelindung," gumamnya pelan. Kini, dengan pengelolaan hutan yang buruk, ia dan warga sekitar merasakan dampaknya langsung.
Survei kultur yang dilakukan oleh berbagai peneliti mengungkap bahwa masyarakat lokal sebenarnya memahami betapa pentingnya hutan. Namun, kebijakan yang kurang berpihak dan eksploitasi besar-besaran membuat mereka hanya bisa pasrah melihat perubahan yang terjadi. Hutan yang dulunya jadi sumber air, udara bersih, dan keseimbangan ekosistem, kini perlahan menghilang.
Hutan bukan sekadar pohon dan tanah, melainkan ekosistem hidup yang punya peran besar dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu dampak terbesar dari pengelolaan hutan yang buruk adalah hilangnya keseimbangan air. Menurut penelitian yang dipublikasikan di Environmental Research Letters, deforestasi menyebabkan penurunan kelembaban tanah dan mengurangi curah hujan lokal (Lawrence & Vandecar, 2015). Ini menjelaskan mengapa sawah Pak Wanto kini kekurangan air.
Bukan hanya petani yang terdampak. Masyarakat perkotaan juga merasakan akibatnya. Udara yang semakin panas dan kualitas air yang menurun adalah efek langsung dari berkurangnya hutan. Hutan hujan tropis bertindak sebagai penyerap karbon alami. Tanpa hutan, gas rumah kaca meningkat dan suhu global naik. Laporan dalam jurnal Nature Climate Change menyebutkan bahwa deforestasi berkontribusi signifikan terhadap pemanasan global (Lewis et al., 2019).
Selain itu, hilangnya hutan juga memicu bencana seperti banjir dan tanah longsor. Sebuah studi dalam jurnal Global Environmental Change menunjukkan bahwa daerah yang mengalami deforestasi lebih rentan terhadap banjir bandang karena tanah kehilangan kemampuannya menyerap air hujan (Bradshaw et al., 2007).
Dalam survei kultur yang dilakukan oleh beberapa peneliti di Indonesia, masyarakat lokal sebenarnya menyadari pentingnya hutan. Mereka tahu bahwa hutan adalah sumber kehidupan, bukan hanya kayu untuk dijual. Namun, kebijakan sering kali lebih berpihak pada kepentingan bisnis besar.
Salah satu contohnya adalah kebijakan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit. Warga sekitar sering kali tak punya pilihan selain bekerja di sektor ini, meskipun mereka tahu dampak jangka panjangnya. Konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan juga semakin sering terjadi.
Ironisnya, dalam budaya lokal, hutan sering dianggap sakral. Beberapa suku di Kalimantan dan Papua memiliki tradisi menjaga hutan karena mereka percaya itu adalah tempat tinggal roh leluhur. Namun, modernisasi dan kepentingan ekonomi sering mengesampingkan nilai-nilai ini.
Masalah ini bukan tanpa solusi. Beberapa komunitas mulai menerapkan sistem pengelolaan hutan berbasis masyarakat (community-based forest management) yang memberi hak kelola kepada penduduk lokal. Studi di jurnal Forest Policy and Economics menunjukkan bahwa ketika masyarakat diberi hak untuk mengelola hutan mereka sendiri, tingkat deforestasi cenderung lebih rendah dan ekosistem lebih terjaga (Baynes et al., 2015).
Selain itu, program reboisasi dan agroforestri mulai digalakkan untuk mengembalikan keseimbangan ekosistem. Namun, upaya ini membutuhkan dukungan pemerintah dan kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan.
Pak Wanto masih menatap sawahnya yang kering. Ia tahu, jika hutan terus ditebang, hidupnya dan kehidupan anak-cucunya akan semakin sulit. Suara hutan yang dulu riuh kini semakin redup. Namun, harapan masih ada, selama ada kesadaran untuk menjaga alam yang menjadi rumah kita semua.
Daftar Pustaka
Baynes, J., Herbohn, J., Smith, C., Fisher, R., dan Bray, D. 2015. Key factors which influence the success of community forestry in developing countries. Forest Policy and Economics. 56: 21-27.
Bradshaw, C. J., Sodhi, N. S., dam Brook, B. W. 2007. Tropical turmoil: a biodiversity tragedy in progress. Global Environmental Change 17(1): 1-3.
Lawrence, D., dan Vandecar, K. 2015. Effects of tropical deforestation on climate and agriculture. Environmental Research Letters 10(9): 095010.
Lewis, S. L., Wheeler, C. E., Mitchard, E. T., dan Koch, A. 2019. Regenerate natural forests to store carbon. Nature Climate Change 9(9): 705-710..
Komentar
Posting Komentar